Translate

Minggu, 10 April 2016

Metode Social Emotional Learning (SEL)



 SOCIAL EMOTIONAL LEARNING (SEL)
Mata Kuliah : Metodologi Pembelajaran PAI
Dosen Pengampu :  Dr. Akif Khilmiyah, M.Ag





Disusun Oleh :


RINA ASTUTI                        20140720006
                 



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016



BAB I
PENDAHULUAN

       Pendidikan karakter merupakan penanaman nilai dan norma bukan pada pengajaran. Pendidikan karakter sangat penting guna mewujudkan cita-cita bangsa. Pada saat ini, Badan dunia untuk program pembangunan (UNDP) dalam sadono (2010) menempatkan indonesia pada urutan ke 111 dari 182 negara dalam indeks perkembangan pembangunan manusia (human development index/HDI). Hal itu menunjukan adanya kelemahan terkait sumber daya  
manusia dalam bersaing di kancah internasional. Oleh karenanya perlu ada sebuah metode baru dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia bangsa ini[1]. Beberapa masalah yang dihadapi bangsa ini sangat beragam baik dari tingkat persaingan SDM yang mendapat urutan yang rendah dan SDM yang mengalami krisis mental dalam karakter. Oleh karenanya perlu ada sebuah metode yang tepat untuk mengembangkannya.
         Pendidikan juga memiliki peranan penting dalam mengembangkan nilai, sikap, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berkomunikasi sehinga masyarakat mampu memiliki konsep yang seimbang. Pelaksanaan pendidikan karakter ini perlu sebuah teknik yang inovatif. Salah satu metode yang digunakan adalah SEL (Social and emotional learning) atau pembelajaran sosial dan emosi. Konsep pendidikan karakter menurut Zuchdi (2010) adalah ketaatan beribadah, kejujuran, tanggungjawab, kedisiplinan, etos kerja, kemandirian, sinergi, kritis, kreatif, inovatif, visioner, kasih sayang, keikhlasan, keadilan, kesederhanaan, nasionalisme dan internasionalisme. Konsep tersebut merupakan hal yang perlu dikembangkan dalam pendidikan karakter[2]. Hal ini sejalan dengan konsep SEL, John Pelliteri (2006) mengatakan SEL adalah salah satu pendekatan pada pendidikan karakter[3]. Sheryl L. Harmer dan Dixie Grunenfelder (2009) menegaskan lebih lanjut bahwa kompetensi dan kemampuan SEL yang perlu dimiliki meliputi mengenal dan mengelola emosi, peduli dan respek pada orang lain. Kedua konsep ini sangat berkaitan sehingga mampu untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa dalam bersaing di kancah internasional. Selian itu, kedua konsep ini juga dirasa mampu untuk mewujudkan indonesia emas di tahun 2045.  [4]



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sosial dan Emosional Learning
Pembelajaran Social Emosional Learning (SEL) adalah sebuah proses pendidikan untuk belajar keterampilan hidup tetapi banyak aspek yang terkandung dalam program pendidikan lainnya seperti pendidikan karakter, keadilan restoratif, rekan mediasi, pencegahan intimidasi, manajemen kemarahan, obat / pencegahan alkohol, pencegahan kekerasan, iklim sekolah, pembuatan etis-keputusan, pencegahan pelecehan, perilaku positif mendukung.  SEL mengajarkan keterampilan mental yang mengarah pada pemahaman dan mengelola emosi, pengaturan realistis positif, membangun hubungan jangka panjang, menunjukkan empati terhadap orang lain, dan memecahkan masalah secara konstruktif dan etis.
SEL terkenal karena pelaksanaannya di sekolah-sekolah dari pra-sekolah sampai kelas 12. Namun, untuk menjadi efektif, harus ditempatkan dalam iklim sekolah yang aman dan mendukung. Tidak ada konsensus nasional tentang apa dimensi iklim sekolah sangat penting untuk menilai. Mensintesis penelitian iklim sekolah masa lalu serta upaya penelitian NSCC, Dewan Iklim Sekolah Nasional dan NSCC menunjukkan bahwa ada empat bidang utama yang perlu kajian iklim sekolah meliputi: Keselamatan, Hubungan, Belajar Mengajar dan lingkungan eksternal.
Sosial-emosional Learning, Program Nueva ini diakui secara internasional, telah mendasar untuk komitmen memelihara seluruh anak sejak awal sekolah pada tahun 1967. Ketajaman sosial-emosional tidak hanya kelas atau komponen dari kurikulum, itu adalah budaya Nueva.  Pada tahun 1995 ketika Emotional Intelligence diterbitkan, bidang pembelajaran sosial dan emosional atau SEL, baru mulai berkembang. Hanya segelintir yang dirancang dengan baik, program SEL berbasis sekolah dapat ditemukan. Dalam kebanyakan kasus sekolah telah menempatkan program-program tersebut di tempat sebagai bagian dari "perang" masalah tertentu, seperti mengurangi putus sekolah, penyalahgunaan zat, kehamilan remaja yang tidak diinginkan, atau kekerasan di sekolah. Beberapa program yang cukup efektif lainnya memberikan hasil yang mengecewakan. Sebagai studi William T. Grant Foundation telah mengungkapkan, bahan aktif dalam program-program yang bekerja sebagian besar sama, tidak peduli masalah sasaran nyata mereka. Program SEL terbaik yang dilaksanakan setiap tahun di seluruh sekolah. Mereka berbentuk seluruh iklim sekolah, dan mereka menggunakan pelajaran sesuai dengan tahapan perkembangan. Mereka juga mengajarkan anak dalam keterampilan sosial-emosional tertentu seperti kesadaran diri, manajemen diri, empati, perspektif taking, dan kerja sama. Singkatnya, mereka memberikan pelajaran di kecerdasan emosional.
Dalam tahun-tahun, data ilmiah menunjukkan efektivitas program SEL sebagai intervensi yang membantu menurunkan risiko berbagai masalah yang dihadapi kaum muda, dan yang meningkatkan keterampilan mereka dalam mengatasi tantangan hidup, telah terakumulasi terus. Namun seiring dengan kasus SEL sebagai pencegahan dan promosi strategi, manfaat lain telah muncul yaitu sebagai pembelajaran sosial dan emosional yang memfasilitasi pembelajaran akademik. Dengan demikian, ia menawarkan bantuan yang sangat dibutuhkan dan sangat tepat waktu ke sekolah-sekolah dalam memenuhi misi utama mereka.
Mengapa harus membantu siswa dalam bidang sosial dan emosional dari kehidupan mereka meningkatkan pembelajaran akademis mereka? Jika kita berpikir kembali ke hari-hari sekolah kami dan mengingat guru kami menikmati, kita hampir pasti akan membawa ke pikiran juga lingkungan kelas di mana kita menikmati belajar. Dari perspektif ilmu saraf, bahwa lingkungan belajar yang optimal mencerminkan keadaan otak internal yang baik selaras untuk belajar. Sebagian besar dari kita telah mengasumsikan bahwa jenis pembelajaran akademik yang berlangsung di sekolah memiliki sedikit atau tidak ada hubungannya dengan emosi seseorang atau lingkungan sosial. Sekarang neuroscience memberitahu kita justru sebaliknya. Pusat-pusat emosi otak yang rumit terjalin dengan daerah neurocortical terlibat dalam pembelajaran kognitif. Ketika seorang anak mencoba untuk belajar terjebak dalam emosi menyedihkan, pusat pembelajaran untuk sementara terhambat. Perhatian anak menjadi sibuk dengan apa pun yang mungkin menjadi sumber masalah. Karena perhatian itu sendiri kapasitas yang terbatas, anak memiliki kemampuan jauh lebih sedikit untuk mendengar, memahami, atau mengingat apa yang guru atau buku sampaikan. Singkatnya, ada hubungan langsung antara emosi dan belajar. Studi dari beberapa penelitian dilaporkan dalam buku ini menunjukkan bahwa program pembelajaran sosial dan emosional membuka jalan untuk belajar akademik yang lebih baik. Mereka mengajarkan anak-anak social dan keterampilan emosional yang sangat erat terkait dengan perkembangan kognitif. Dalam lingkungan belajar yang ideal, anak-anak fokus, penuh perhatian, motivasi, dan terlibat, dan menikmati pekerjaan mereka. Iklim kelas tersebut dapat menjadi salah satu manfaat SEL. Demikian pula, peduli hubungan dengan guru dan siswa lainnya meningkatkan keinginan siswa untuk belajar. Kemitraan sekolah-keluarga membantu siswa untuk berbuat lebih baik. Dan, siswa yang lebih percaya diri dalam kemampuan mereka berusaha lebih keras. Singkatnya, Bangunan Sukses Akademik pada Belajar Sosial dan Emosional menyajikan bukti kuat dari hubungan antara SEL dan pembelajaran akademis. Menawarkan sekolah bukti ilmiah tentang hubungan antara SEL dan pembelajaran akademis. Menawarkan sekolah bukti ilmiah dan contoh pragmatis bagaimana program SEL dapat meningkatkan keberhasilan siswa di sekolah dan dalam kehidupan. [5]

B.     Strategi Pembelajaran SEL
Strategi pembelajaran SEL dilakukan dengan cara:
1)      Menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif murid, yaitu metode yang dapat meningkatkan motivasi murid karena seluruh dimensi manusia terlibat secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang konkrit, bermakna, serta relevan dalam konteks kehidupannya (student active learning, contextual learning, inquiry-based learning, integrated learning);
2)       Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif (conducive learning community), sehingga anak dapat belajar dengan efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan semangat;
3)      Memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek  knowing the good, loving the good, and acting the good;
4)      Metode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing anak, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan sembilan aspek kecerdasan manusia; dan
5)      Seluruh pendekatan di atas menerapkan prinsip-prinsip developmentally appropriate practices.


C.    Model pembelajaran dengan pendekatan SEL
Semua model pembelajaran yang termasuk dalam teori konstruktivistik sangat cocok untuk diterapkan pada pembelajaran dengan pendekatan SEL, diantaranya adalah: (1) Small Group Discussion (SGD), (2) Role-Play & Simulation (RPS), (3) Case Study (CS), (4) Discovery Learning (DL), (5) Self-Directed Learning (SDL), (6) Cooperative Learning (CL), (7) Collaborative Learning (CbL), (8) Contextual Learning (CL), (9) Project Based Learning (PjBL), (10) Problem Base Learning (PBL), (11) Inquiry Learning (IL).
Semua model belajar tersebut dilaksanakan dengan pembelajaran  kooperatif yaitu cara belajar yang menggunakan kelompok kecil sehingga siswa bekerja dan belajar satu sama lain untuk mencapai tujuan kelompok. Adapun keunggulan strategi pembelajaran kooperatif adalah:
1)      Siswa tidak terlalu tergantung pada guru, karena siswa dapat menambah rasa percaya diri melalui peningkatan kemampuan berfikir, kemampuan mengungkapkan  gagasan secara verbal, dapat membandingkan ide-ide orang lain, dapat menemukan informasi dari berbagai sumber,dan belajar dari siswa yang lain.
2)      Siswa dapat berlatih tanggungjawab, belajar berkomunikasi pada orang lain, dapat berlatih bekerjasama dengan orang lain, dapat menghargai waktu, dapat menghargai orang lain, dapat toleran terhadap perbedaan pendapat.
3)      Siswa mampu berlatih memecahkan masalah abstrak menjadi nyata, dan dapat meningkatkan motivasi berfikir yang berguna untuk kehidupan jangka panjang.

D.    Karakteristik Model Pembelajaran SEL
Sekolah dapat menjadi peran penting dalam menyediakan siswa dengan kesempatan untuk mendapatkan kesadaran sosial dan emosional yang lebih besar, dan untuk melatih kemampuan interpersonal mereka belajar dan tumbuh. Sosial dan emosional Learning (SEL) dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman, strategi, dan keterampilan yang mendukung arti positif diri, mempromosikan hubungan saling menghormati, dan membangun kapasitas siswa untuk mengenali dan mengelola emosi mereka sendiri serta membuat keputusan yang bertanggung jawab. 
Selanjutnya, menurut Collaborative Akademik, Sosial dan Pembelajaran Emosional (Casel) pengajaran kualitas SEL mempromosikan kepuasan siswa, keberhasilan dan keterlibatan akademik, hasil dan prestasi.[6]  Casel (Collaborative untuk Akademik, Sosial dan Pembelajaran Emosional)
mengidentifikasi lima judul yang luas di mana SEL jatuh:
1.      Kesadaran diri (self awarenes): mengidentifikasi dan mengenali emosi; mengakui kepentingan pribadi dan kekuatan; mempertahankan rasa cukup beralasan kepercayaan diri.
2.      Manajemen diri (self managemen): mengatur emosi untuk menangani stres, impuls kontrol, dan memotivasi diri untuk bertahan dalam mengatasi hambatan, pengaturan dan pemantauan kemajuan ke arah pencapaian tujuan pribadi dan akademik; mengekspresikan emosi dengan tepat.
3.      Kesadaran social (sosial awarenes) : mampu mengambil perspektif dan berempati dengan orang lain; mengakui dan menghargai individu dan kelompok persamaan dan perbedaan.
4.      Keterampilan hubungan (relationship skills) : membangun dan mempertahankan hubungan yang sehat dan bermanfaat didasarkan pada kerjasama dan ketahanan terhadap tekanan sosial yang tidak pantas, mencegah, mengelola, dan konstruktif menyelesaikan konflik interpersonal; mencari bantuan bila diperlukan.
5.      Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab ( Responsible decision making) : membuat keputusan berdasarkan pertimbangan dari semua faktor yang relevan, termasuk standar yang berlaku etika, masalah keamanan, dan norma-norma sosial; kemungkinan konsekuensi dari mengambil tindakan alternatif; evaluasi dan refleksi.[7]
Gambar tersebut menjelaskan bahwa anak-anak perlu menyadari diri mereka sendiri dan orang lain, yang mereka butuhkan untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab, bahwa mereka harus etis dan menghormati orang lain, dan bahwa mereka harus memeberikan pertimbangan terhadap situai dan norma-norma yang relevan.  Mereka juga perlu mengelola emosi dan perilaku mereka dan untuk memiliki kemampuan perilaku sosial yang memungkinkan mereka membawa solusi secara efektif dengan orang lain.  Sebagai hasil, kemampuan ini dapat membantu siswa merasa dimotivasi agar sukses, untuk percaya akan kesuksesan mereka, untuk berkomunikasi baik dengan para guru, untuk mengatur tujuan akademik, dan untuk mengatur diri mereka dalam mencapai tujuan ini.  Singkatnya, keterikatan mereka ke sekolah dan komitmen untuk akademisi dapat dipupuk sehingga mereka menghasilkan kinerja sekolah yang efektif.
E.     Kelebihan dan Kelemahan SEL
Kelemahan :
1.      Jika ingin mencapai pembelajaran dengan metode SEL secara efektif tidak bisa dilakukan disemua sekolah, harus pada iklim sekolah yang nyaman dan mendukung.
2.      Tidak bisa diterapkan untuk anak-anak ABK / pada sekolah Luar Biasa.
3.      Jika pendidik tidak menguasai emosional secara baik maka metode ini tidak bisa berjalan secara efektif.



Kelebihan :
1.      Sangat efektik untuk sekolah yang maju dan mempunyai fasilitas yang mendukung.
2.      Dapat menanamkan pendidikan karakter pada anak
3.      Dapat melatih anak untuk mencegah intimidasi dan bullying
4.      Membentuk anak untuk memiliki jiwa sosial dan melatih anak untuk mengelola emosi
5.      Melatih anak untuk selalu berfikir positif
6.      Melatih kesabaran anak
7.      Melatih anak untuk saling mengharagai dan bekerja sama




[1] Sadono, Bambang. (2010). “Problem Kependudukan”. Warta KB dan KS BKKBN Sumatera Barat Nomor 06 Tahun 2010.
[2] Zuchdi Darmiyati (ed.). (2011). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press.
[3] John Pelliteri, dkk. (2006). Emotinally Intellegent School Counseling. London: Lawrence Erlbaum
[4] Sheryl L. Harmer dan Dixie Grunenfelder. (2009). Social and Emotional Learning for School and Life Success. OSPI Conference

Tidak ada komentar:

Posting Komentar