SOCIAL EMOTIONAL LEARNING (SEL)
Mata Kuliah : Metodologi
Pembelajaran PAI
Dosen
Pengampu : Dr. Akif Khilmiyah, M.Ag
Disusun Oleh :
RINA ASTUTI 20140720006
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
karakter merupakan penanaman nilai dan norma bukan pada pengajaran. Pendidikan
karakter sangat penting guna mewujudkan cita-cita bangsa. Pada saat ini, Badan
dunia untuk program pembangunan (UNDP) dalam sadono (2010) menempatkan
indonesia pada urutan ke 111 dari 182 negara dalam indeks perkembangan
pembangunan manusia (human development index/HDI). Hal itu menunjukan adanya
kelemahan terkait sumber daya
manusia dalam
bersaing di kancah internasional. Oleh karenanya perlu ada sebuah metode baru
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia bangsa ini[1].
Beberapa masalah yang dihadapi bangsa ini sangat beragam baik dari tingkat
persaingan SDM yang mendapat urutan yang rendah dan SDM yang mengalami krisis
mental dalam karakter. Oleh karenanya perlu ada sebuah metode yang tepat untuk
mengembangkannya.
Pendidikan juga memiliki peranan
penting dalam mengembangkan nilai, sikap, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
berkomunikasi sehinga masyarakat mampu memiliki konsep yang seimbang.
Pelaksanaan pendidikan karakter ini perlu sebuah teknik yang inovatif. Salah
satu metode yang digunakan adalah SEL (Social and emotional learning) atau
pembelajaran sosial dan emosi. Konsep pendidikan karakter menurut Zuchdi (2010)
adalah ketaatan beribadah, kejujuran, tanggungjawab, kedisiplinan, etos kerja,
kemandirian, sinergi, kritis, kreatif, inovatif, visioner, kasih sayang,
keikhlasan, keadilan, kesederhanaan, nasionalisme dan internasionalisme. Konsep
tersebut merupakan hal yang perlu dikembangkan dalam pendidikan karakter[2].
Hal ini sejalan dengan konsep SEL, John Pelliteri (2006) mengatakan SEL adalah
salah satu pendekatan pada pendidikan karakter[3].
Sheryl L. Harmer dan Dixie Grunenfelder (2009) menegaskan lebih lanjut bahwa
kompetensi dan kemampuan SEL yang perlu dimiliki meliputi mengenal dan
mengelola emosi, peduli dan respek pada orang lain. Kedua konsep ini sangat
berkaitan sehingga mampu untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa dalam
bersaing di kancah internasional. Selian itu, kedua konsep ini juga dirasa
mampu untuk mewujudkan indonesia emas di tahun 2045. [4]
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sosial dan
Emosional Learning
Pembelajaran
Social Emosional Learning (SEL) adalah sebuah proses pendidikan untuk belajar keterampilan
hidup tetapi banyak aspek yang terkandung dalam program pendidikan lainnya
seperti pendidikan karakter, keadilan restoratif, rekan mediasi, pencegahan
intimidasi, manajemen kemarahan, obat / pencegahan alkohol, pencegahan
kekerasan, iklim sekolah, pembuatan etis-keputusan, pencegahan pelecehan,
perilaku positif mendukung. SEL mengajarkan keterampilan mental yang mengarah pada pemahaman
dan mengelola emosi, pengaturan realistis positif, membangun hubungan jangka
panjang, menunjukkan empati terhadap orang lain, dan memecahkan masalah secara
konstruktif dan etis.
SEL terkenal karena pelaksanaannya
di sekolah-sekolah dari pra-sekolah sampai kelas 12. Namun, untuk menjadi
efektif, harus ditempatkan dalam iklim sekolah yang aman dan mendukung. Tidak
ada konsensus nasional tentang apa dimensi iklim sekolah sangat penting untuk
menilai. Mensintesis penelitian iklim sekolah masa lalu serta upaya penelitian
NSCC, Dewan Iklim Sekolah Nasional dan NSCC menunjukkan bahwa ada empat bidang
utama yang perlu kajian iklim sekolah meliputi: Keselamatan, Hubungan, Belajar
Mengajar dan lingkungan eksternal.
Sosial-emosional Learning, Program Nueva ini diakui secara internasional,
telah mendasar untuk komitmen memelihara seluruh anak sejak awal sekolah pada
tahun 1967. Ketajaman sosial-emosional tidak hanya kelas atau komponen dari
kurikulum, itu adalah budaya Nueva. Pada tahun 1995
ketika Emotional
Intelligence diterbitkan, bidang pembelajaran sosial dan emosional atau SEL,
baru mulai berkembang. Hanya segelintir yang dirancang dengan baik, program SEL
berbasis sekolah dapat ditemukan. Dalam
kebanyakan kasus sekolah telah menempatkan program-program tersebut di tempat
sebagai bagian dari "perang" masalah tertentu, seperti mengurangi
putus sekolah, penyalahgunaan zat, kehamilan remaja yang tidak diinginkan, atau
kekerasan di sekolah. Beberapa program yang
cukup efektif lainnya memberikan hasil yang mengecewakan. Sebagai studi William T. Grant Foundation telah
mengungkapkan, bahan aktif dalam program-program yang bekerja sebagian besar
sama, tidak peduli masalah sasaran nyata mereka. Program SEL terbaik yang dilaksanakan setiap tahun di seluruh
sekolah. Mereka berbentuk seluruh iklim sekolah,
dan mereka menggunakan pelajaran sesuai dengan tahapan perkembangan. Mereka juga mengajarkan anak dalam keterampilan
sosial-emosional tertentu seperti kesadaran diri, manajemen diri, empati,
perspektif taking, dan kerja sama. Singkatnya,
mereka memberikan pelajaran di kecerdasan emosional.
Dalam tahun-tahun, data ilmiah menunjukkan efektivitas
program SEL sebagai intervensi yang membantu menurunkan risiko berbagai masalah
yang dihadapi kaum muda, dan yang meningkatkan keterampilan mereka dalam
mengatasi tantangan hidup, telah terakumulasi terus. Namun seiring dengan kasus SEL sebagai pencegahan dan promosi
strategi, manfaat lain telah muncul yaitu sebagai pembelajaran sosial dan
emosional yang memfasilitasi pembelajaran akademik. Dengan demikian, ia menawarkan bantuan yang sangat dibutuhkan
dan sangat tepat waktu ke sekolah-sekolah dalam memenuhi misi utama mereka.
Mengapa harus membantu siswa dalam bidang sosial dan
emosional dari kehidupan mereka meningkatkan pembelajaran akademis mereka?
Jika kita berpikir kembali ke hari-hari sekolah kami
dan mengingat guru kami menikmati, kita hampir pasti akan membawa ke pikiran
juga lingkungan kelas di mana kita menikmati belajar. Dari perspektif ilmu saraf, bahwa lingkungan belajar yang
optimal mencerminkan keadaan otak internal yang baik selaras untuk belajar.
Sebagian besar dari kita telah mengasumsikan bahwa
jenis pembelajaran akademik yang berlangsung di sekolah memiliki sedikit atau
tidak ada hubungannya dengan emosi seseorang atau lingkungan sosial. Sekarang neuroscience memberitahu kita justru sebaliknya.
Pusat-pusat emosi otak yang rumit terjalin dengan
daerah neurocortical terlibat dalam pembelajaran kognitif. Ketika seorang anak mencoba untuk belajar terjebak dalam
emosi menyedihkan, pusat pembelajaran untuk sementara terhambat. Perhatian anak menjadi sibuk dengan apa pun yang mungkin
menjadi sumber masalah. Karena perhatian itu
sendiri kapasitas yang terbatas, anak memiliki kemampuan jauh lebih sedikit
untuk mendengar, memahami, atau mengingat apa yang guru atau buku sampaikan.
Singkatnya, ada hubungan langsung antara emosi dan
belajar. Studi dari beberapa penelitian
dilaporkan dalam buku ini menunjukkan bahwa program pembelajaran sosial dan
emosional membuka jalan untuk belajar akademik yang lebih baik. Mereka mengajarkan anak-anak social dan keterampilan
emosional yang sangat erat terkait dengan perkembangan kognitif. Dalam lingkungan belajar yang ideal, anak-anak fokus, penuh
perhatian, motivasi, dan terlibat, dan menikmati pekerjaan mereka. Iklim kelas tersebut dapat menjadi salah satu manfaat SEL.
Demikian pula, peduli hubungan dengan guru dan siswa
lainnya meningkatkan keinginan siswa untuk belajar. Kemitraan sekolah-keluarga membantu siswa untuk berbuat lebih
baik. Dan, siswa yang lebih percaya diri dalam
kemampuan mereka berusaha lebih keras. Singkatnya,
Bangunan Sukses Akademik pada Belajar Sosial dan Emosional menyajikan bukti kuat dari hubungan antara SEL dan
pembelajaran akademis. Menawarkan sekolah bukti
ilmiah tentang hubungan antara SEL dan pembelajaran akademis. Menawarkan sekolah bukti ilmiah dan contoh pragmatis
bagaimana program SEL dapat meningkatkan keberhasilan siswa di sekolah dan
dalam kehidupan. [5]
B. Strategi
Pembelajaran SEL
Strategi pembelajaran SEL dilakukan dengan cara:
1)
Menerapkan
metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif murid, yaitu metode yang dapat
meningkatkan motivasi murid karena seluruh dimensi manusia terlibat secara
aktif dengan diberikan materi pelajaran yang konkrit, bermakna, serta relevan
dalam konteks kehidupannya (student
active learning, contextual learning, inquiry-based learning, integrated
learning);
2)
Menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif (conducive
learning community), sehingga anak dapat belajar dengan efektif di dalam
suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan
semangat;
3)
Memberikan
pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan
melibatkan aspek knowing the good, loving the
good, and acting the good;
4)
Metode
pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing anak, yaitu menerapkan
kurikulum yang melibatkan sembilan aspek kecerdasan manusia; dan
5)
Seluruh
pendekatan di atas menerapkan prinsip-prinsip developmentally appropriate practices.
C.
Model pembelajaran dengan pendekatan SEL
Semua model pembelajaran yang termasuk dalam teori
konstruktivistik sangat cocok untuk diterapkan pada pembelajaran dengan
pendekatan SEL, diantaranya adalah: (1) Small
Group Discussion (SGD), (2) Role-Play
& Simulation (RPS), (3) Case
Study (CS), (4) Discovery Learning
(DL), (5) Self-Directed Learning
(SDL), (6) Cooperative Learning (CL),
(7) Collaborative Learning (CbL), (8)
Contextual Learning (CL), (9) Project Based Learning (PjBL), (10) Problem Base Learning (PBL), (11) Inquiry Learning (IL).
Semua model belajar tersebut dilaksanakan dengan
pembelajaran kooperatif yaitu cara
belajar yang menggunakan kelompok kecil sehingga siswa bekerja dan belajar satu
sama lain untuk mencapai tujuan kelompok. Adapun keunggulan strategi
pembelajaran kooperatif adalah:
1)
Siswa tidak
terlalu tergantung pada guru, karena siswa dapat menambah rasa percaya diri
melalui peningkatan kemampuan berfikir, kemampuan mengungkapkan gagasan secara verbal, dapat membandingkan
ide-ide orang lain, dapat menemukan informasi dari berbagai sumber,dan belajar
dari siswa yang lain.
2)
Siswa dapat
berlatih tanggungjawab, belajar berkomunikasi pada orang lain, dapat berlatih
bekerjasama dengan orang lain, dapat menghargai waktu, dapat menghargai orang
lain, dapat toleran terhadap perbedaan pendapat.
3)
Siswa mampu
berlatih memecahkan masalah abstrak menjadi nyata, dan dapat meningkatkan
motivasi berfikir yang berguna untuk kehidupan jangka panjang.
D. Karakteristik
Model Pembelajaran SEL
Sekolah dapat menjadi peran penting
dalam menyediakan siswa dengan kesempatan
untuk mendapatkan kesadaran sosial dan emosional yang lebih besar, dan
untuk melatih kemampuan interpersonal mereka belajar dan tumbuh. Sosial dan
emosional Learning (SEL) dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman, strategi, dan
keterampilan yang mendukung arti positif diri, mempromosikan hubungan saling
menghormati, dan membangun kapasitas siswa untuk mengenali dan mengelola emosi
mereka sendiri serta membuat
keputusan yang bertanggung jawab.
Selanjutnya, menurut Collaborative Akademik, Sosial dan
Pembelajaran Emosional (Casel) pengajaran kualitas SEL mempromosikan kepuasan
siswa, keberhasilan dan keterlibatan akademik, hasil dan prestasi.[6] Casel (Collaborative
untuk Akademik, Sosial dan Pembelajaran Emosional)
mengidentifikasi lima judul yang luas di mana SEL jatuh:
mengidentifikasi lima judul yang luas di mana SEL jatuh:
1. Kesadaran diri (self awarenes): mengidentifikasi dan mengenali emosi; mengakui kepentingan
pribadi dan kekuatan; mempertahankan rasa cukup beralasan kepercayaan diri.
2. Manajemen diri (self managemen): mengatur emosi untuk menangani stres, impuls kontrol, dan
memotivasi diri untuk bertahan dalam mengatasi hambatan, pengaturan dan
pemantauan kemajuan ke arah pencapaian tujuan pribadi dan akademik; mengekspresikan
emosi dengan tepat.
3. Kesadaran social (sosial awarenes) : mampu mengambil perspektif dan berempati dengan orang lain;
mengakui dan menghargai individu dan kelompok persamaan dan perbedaan.
4. Keterampilan
hubungan (relationship
skills) : membangun dan mempertahankan hubungan yang sehat dan bermanfaat
didasarkan pada kerjasama dan ketahanan terhadap tekanan sosial yang tidak
pantas, mencegah, mengelola, dan konstruktif menyelesaikan konflik
interpersonal; mencari bantuan bila diperlukan.
5. Pengambilan
keputusan yang bertanggung jawab ( Responsible decision making) : membuat keputusan
berdasarkan pertimbangan dari semua faktor yang relevan, termasuk standar yang
berlaku etika, masalah keamanan, dan norma-norma sosial; kemungkinan
konsekuensi dari mengambil tindakan alternatif; evaluasi dan refleksi.[7]
Gambar tersebut menjelaskan bahwa anak-anak perlu menyadari diri mereka
sendiri dan orang lain, yang mereka butuhkan untuk membuat keputusan yang bertanggung
jawab, bahwa mereka harus etis dan menghormati orang lain, dan bahwa mereka
harus memeberikan pertimbangan terhadap situai dan norma-norma yang
relevan. Mereka juga perlu mengelola
emosi dan perilaku mereka dan untuk memiliki kemampuan perilaku sosial yang
memungkinkan mereka membawa solusi secara efektif dengan orang lain. Sebagai hasil, kemampuan ini dapat membantu
siswa merasa dimotivasi agar sukses, untuk percaya akan kesuksesan mereka,
untuk berkomunikasi baik dengan para guru, untuk mengatur tujuan akademik, dan
untuk mengatur diri mereka dalam mencapai tujuan ini. Singkatnya, keterikatan mereka ke sekolah dan
komitmen untuk akademisi dapat dipupuk sehingga mereka menghasilkan kinerja
sekolah yang efektif.
E.
Kelebihan dan Kelemahan SEL
Kelemahan :
1. Jika ingin mencapai pembelajaran dengan metode
SEL secara efektif tidak bisa dilakukan disemua sekolah, harus pada iklim
sekolah yang nyaman dan mendukung.
2. Tidak bisa diterapkan untuk anak-anak ABK /
pada sekolah Luar Biasa.
3. Jika pendidik tidak menguasai emosional secara
baik maka metode ini tidak bisa berjalan secara efektif.
Kelebihan :
1. Sangat efektik untuk sekolah yang maju dan
mempunyai fasilitas yang mendukung.
2. Dapat menanamkan pendidikan karakter pada anak
3. Dapat melatih anak untuk mencegah intimidasi
dan bullying
4. Membentuk anak untuk memiliki jiwa sosial dan
melatih anak untuk mengelola emosi
5. Melatih anak untuk selalu berfikir positif
6. Melatih kesabaran anak
7. Melatih anak untuk saling mengharagai dan
bekerja sama
[1] Sadono, Bambang.
(2010). “Problem Kependudukan”. Warta KB dan KS BKKBN Sumatera Barat Nomor
06 Tahun 2010.
[2] Zuchdi Darmiyati
(ed.). (2011). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta:
UNY Press.
[4] Sheryl L. Harmer
dan Dixie Grunenfelder. (2009). Social and Emotional Learning for School and
Life Success. OSPI Conference
Tidak ada komentar:
Posting Komentar